Karakteristik Mutu
Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung Tambora Sumbawa, Desa Giri Mekar
Kabupaten Bandung, Kabupaten Solok, Kabupaten Jember, dan Analisis Daya Saing
serta Pengembangan Komoditas Kopi Robusta di Indonesia.
Eksplorasi potensi pengembangan kopi
di daerah terpencil sangat diperlukan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan
petani dan keluarganya. Indonesia mempunyai peluang yang besar dalam hal
pengembangan komoditas kopi, karena terdapat sumberdaya alam yang cukup banyak
sebagai modal potensial untuk mengembangkan komoditas tersebut. Kopi merupakan
komoditas potensial yang secara luas diusahakan oleh perkebunan rakyat maupun
besar. Ditinjau dari aktivitas ekonominya, kopi dipandang sebagai komoditas
perkebunan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan strategis untuk
pemerataan pendapatan. Sehingga dapat memberikan kontribusi yang cukup besar
dalam meningkatkan kesejahteraan petani beserta keluarganya di daerah
terpencil, menyediakan kesempatan kerja, dan memberikan pemasukan bagi devisa
negara. Berdasarkan wilayah pengembangannya, sentra penghasil kopi Robusta
berada di wilayah Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Potensi pengembangan kopi
Robusta dapat dilakukan di wilayah Sumatera Selatan dan Lampung, karena
komoditas kopi di wilayah tersebut termasuk komoditas andalan bagi pendapatan
rumah tangga petani dan merupakan mata pencaharian utama masyarakat setempat sejak
lebih dari satu abad yang lalu. Peningkatan daya saing kopi Robusta di kawasan
tersebut merupakan upaya strategis untuk memperluas pangsa pasar domestik dan
internasional.(Aklimawati,
Yusianto, & Mawardi, 2014)
Menurut
Aklimawati et al., (2014) selain di wilayah Sumatera Selatan
dan Lampung, areal pertanaman kopi rakyat juga terdapat di Tambora, dimana
areal pertanaman kopi disana berada dalam satu hamparan walaupun terbentang di
dua wilayah kabupaten, yaitu Dompu dan Bima. Pengelolaan kebun di kawasan ini
sebagian besar dilakukan oleh petani. Kabupaten Dompu terpusat di Kecamatan
Pekat dengan presentase sebesar 99,84% terhadap total luas areal tanaman. Sedangkan,
di Kabupaten Bima sebagian besar berada di Kecamatan Tambora dengan persentase
sebesar 87,33% terhadap total luas areal tanaman kopi. Hal ini menunjukkan
bahwa pada masing-masing kabupaten hanya terdapat satu wilayah potensial untuk
mengembangkan komoditas kopi petani.
Indonesia adalah produsen kopi
terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam dengan menyumbang sekitar
6% dari produksi total kopi dunia. Indonesia juga merupakan pengekspor kopi
terbesar keempat dunia dengan pangsa pasar sekitar 11% di dunia. Indonesia menjadi
penghasil kopi Robusta terbaik terbaik kedua setelah Vietnam. Hal ini dapat
dibuktikan dengan menggunakan kuisioner dan wawancara. Seperti dilakukan dengan
teknik statistik deskriptif, yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa maksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum dan analisis usahatani. Contohnya potensi
perkembangan komoditas kopi di Jawa Barat terdapat peningkatan, namun
pemerintah provinsi masih terus mengupayakan dalam perluasan areal lahan kopi
di Jawa Barat. Pemerintah mengawali tahun 2016 dengan membagikan benih kopi
hingga 2 juta benih pohon, benih tersebut diberikan pada 65 kelompok tani dari
11 kabupaten di Jawa Barat. Pada tahun 2017 rencanya akan dibagikan 1 juta
benih pohon kopi. Dengan bantuan benih pohon kopi ini, akan semakin menambah
luas lahan perkebunan kopi di Jawa Barat hingga 35.486 hektar. (Amir,
Rasmikayati, & Saefudin, 2017)
Hingga saat ini kopi masih merupakan
salah satu komoditi hasil perkebunan yang penting dalam perekonomian Nasional.
Kopi yang dimaksud disini adalah kopi robusta. Dari total produksi kopi
Indonesia 90% nya adalah kopi robusta dan 10 % kopi arabika. Dari jumlah kopi
yang diperdagangkan di pasar internasional 70% nya adalah kopi robusta, dan 30%
kopi Arabika. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
mempunyai kontribusi cukup nyata dalam perekonomian Indonesia, yaitu sebagai
penghasil devisa negara, sumber pendapatan petani, penghasil bahan baku
industri, penciptaan lapangan kerja serta pengembangan wilayah. (Amir
et al., 2017)
Tetapi dalam melakukan usahatani
kopi robusta, para petani belum mengusahakannya melalui budidaya yang baik.
Contohnya di Kabupaten Solok, dimana rata-rata produktifitas kopi robusta
adalah 629,031 Kg/Ha. Menurut literatur produktifitas rata-rata untuk kopi
robusta adalah 1.400 sampai 2.100 Kg/ha. Dengan demikian produktifitas kopi
robusta di Kabupaten Solok masih tergolong rendah. Rendahnya mutu produksi kopi
robusta disebabkan oleh pengelolaan kebun, panen dan penanganan pasca panen
yang kurang memadai karena hampir seluruhnya kopi robusta diproduksi oleh
perkebunan rakyat. Disamping itu, pasar kopi masih menyerap seluruh produk kopi
dan belum memberikan insentif harga yang memadai untuk kopi bermutu baik.
Budidaya kopi sebenarnya sudah dilakukan oleh petani sejak jaman penjajahan,
tetapi pengelolaannya masih tetap tradisional.(Hariance,
Febriamansyah, & Tanjung, 2015)
Sebagai salah satu negara produsen
utama kopi, Indonesia menghadapi ujian berat, karena selain kondisi tanaman
yang sudah tua dan mutu produksi yang rendah, kemerosotan harga kopi yang
menyebabkan kebun makin tidak terpelihara dan produktivitas makin rendah.
Kondisi perkopian di berbagai daerah ternyata juga cukup memprihatinkan. Tetapi
pengelolaan komoditas kopi telah membuka peluang bagi lima juta petani.
Disamping itu, juga menciptakan lapangan kerja bagi pedagang pengumpul hingga
eksportir, buruh perkebunan besar dan buruh industri pengolahan kopi. Dalam
konsep produksi, tinggi rendahnya produksi suatu usahatani ditentukan oleh
beberapa faktor antara lain lahan pertanian, tenaga kerja, modal, manajemen,
iklim, dan faktor sosial dan ekonomi produsen. Selain dipengaruhi faktor
tersebut, produksi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi setempat mengingat
sifat pertanian yang adaptasinya tergantung pada kondisi setempat (local spesific). Setiap faktor produksi
tersebut memiliki kemampuan dalam membatasi tinggi rendahnya tingkat produksi. (H.S,
Sugeng, & Titin, 2015)
Menurut
Nalurita, Asmarantaka, & Jahroh, (2014) total produsen kopi di Indonesia
mencapai 205 perusahaan, namun sebagian besar adalah perusahaan dengan usaha
skala kecil yang hanya menguasai pangsa pasar 8%. Di pasar internasional,
rendahnya mutu kopi Indonesia dan selera konsumen dunia yang lebih menyukai
kopi jenis Arabika, sementara Indonesia hanya mampu menyumbang 27,7 persen kopi
jenis Arabika dari total produksi kopi domestik, menjadi tantangan tersendiri
bagi Indonesia. Penelitian mengenai daya saing kopi sudah banyak dilakukan.
Diantaranya Asmarantaka, yang melakukan penelitian mengenai daya saing ekspor
kopi Indonesia dengan data time series 1989 sampai 2008. Metode analisis yang
digunakan untuk menganalisis daya saing secara komparatif adalah RCA, yang menunjukkan
bahwa Indonesia memiliki daya saing kopi secara komparatif dengan nilai RCA
rata-rata 6,55. Sedangkan secara kompetitif adalah EPD, dimana diketahui bahwa
meskipun ekspor kopi dunia mengalami pertumbuhan yang menurun, namun ekspor
kopi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif.
Daftar Pustaka
Aklimawati, L.,
Yusianto, & Mawardi, S. (2014). Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi
Robusta di Lereng Gunung Tambora, Sumbawa. Pusat Penelitian Kopi Dan Kakao
Indonesia, 30(2), 159–180.
Amir, H. N.,
Rasmikayati, E., & Saefudin, R. B. (2017). ANALISIS USAHATANI KOPI DI
KELOMPOK TANI HUTAN GIRI SENANG DESA GIRI MEKAR KABUPATEN BANDUNG. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH, 4(3), 472–479.
H.S, T. M., Sugeng,
R., & Titin, A. (2015). PROSPEK PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI ROBUSTA DI PT.
KALIPUTIH KECAMATAN LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER. JSEP, 8(2),
11–24.
Hariance, R.,
Febriamansyah, R., & Tanjung, F. (2015). AGRIBISNIS PERKEBUNAN RAKYAT KOPI
ROBUSTA DI KABUPATEN SOLOK. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Andalas, 14(1), 11–25.
Nalurita, S.,
Asmarantaka, W. R., & Jahroh, S. (2014). ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI INDONESIA. Jurnal Agribisnis Indonesia, 2(1),
63–74.
Tahap-tahap menggunakan Aplikasi Mendeley
Tahap-tahap menggunakan Aplikasi Mendeley
0 komentar:
Posting Komentar