This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 28 Mei 2019

Sengketa Dalam Bisnis



SENGKETA BISNIS
Sengketa merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan di dalam dunia bisnis. Diingikan atau tidak, sengketa bisnis sering kali timbul dan harus dihadapi oleh setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Sengketa dapat diselesaikan secara kekeluargaan (di luar pengadilan) atau melalui pengadilan. Jika perselisihan yang ada tetap dapat dibicarakan dan diselesaikan secara baik, penyelesaian secara kekeluargaan merupakan jalur yang sangat wajar dan efisien. Waktu yang terbuang tidak banyak dan biaya yang dikeluarkan tidak besar. Namun, penyelesaian sengketa juga sering dilakukan melalui pengadilan. Dalam hal ini, waktu yang terpakai akan banyak dan harus melalui tahap-tahapan peradilan yang ada, yang tentunya juga melibatkan biaya yang tidak sedikit. Secara fakta, masih banyak pihak yang menyelesaikan sengketanya melalui pengadilan karena pihak-pihak yang bersengketa ingin memperoleh kepastian dan kejelasan secara hukum melalui putusan pengadilan tentang obyek sengketa yang ada. Tentunya, putusan pengadilan secara umum bersifat menang-kalah (win-lose).
Sengketa bisnis sangat mungkin terjadi. Di dunia yang semakin canggih dan serba cepat ini, sengketa bisnis selalu saja ada dan menjadi fakta yang tidak bisa dihindari oleh para pelaku bisnis. Tidak semua orang ingin mengalami sengketa. Namun, pada kenyataannya, terkadang sengketa tersebut memang timbul dan telah menjadi suatu faktor yang harus dialami dan dihadapi oleh para pelaku bisnis. Dengan kata lain, sengketa bisnis telah menjadi bagian dari bisnis itu sendiri.
Jenis Sengketa Bisnis
·         Sengketa Perburuhan
Yaitu perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
·         Sengketa Kontrak
Yaitu suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pada dasarnya setiap kontrak atau perjanjian yang dibuat para pihak harus dapat dilaksanakan dengan dengan itikad baik. Namun, dalam praktiknya, kontrak yang dibuatnya seringkali dilanggar.
·         Persaingan Usaha
Pengertian persaingan usaha secara yuridis selalu dikaitkan dengan persaingan dalam arti ekonomi yang berbasis pada pasar, dimana pelaku usaha baik itu perusahaan maupun penjual dengan bebas berupaya untuk mendapatkan konsumen guna mencapai tujuan usaha atau perusahaan yang didirikannya.
·         Sengketa Konsumen
Definisi sengketa konsumen dapat ditemui pada Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yaitu Surat Keputusan Nomor: 350 / MPP / Kep / 12 / 2001 tanggal 10 Desember 2001, dimana pada Pasaal 1 ayat (8) dikatakan yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.
·         Sengketa Perbankan
Sengketa perbankan merupakan sengketa antara bank dengan pihak nasabah. Sengketa yang terjadi antara bank dengan nasabahnya mencakup sengketa di bidang finansial, yakni tidak dipenuhinya tuntutan finansial dari  nasabah oleh bank.
Model Penyelesaian Sengketa Bisnis
Dilihat dari proses model penyelesaian sengketa bisnis dapat berupa :
·         Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan.
o   Pengadilan Umum, berada pada lingkungan Peradilan Umum yang mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang tentang Peradilan Umum, dalam Pasal 50 menyatakan: Pengadilan Negeri bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.
o Pengadilan Niaga, adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum, mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 37 ahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, dalam Pasal 300.
·         Non Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
o   Arbitrase, adalah adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa pada arbitrase dilakukan berdasarkan persetujuan bahwa pihak bersengketa akan tunduk dan mentaati keputusan yang  diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau mereka tunjuk secara langsung. Oleh karena itu arbitrase disebut sebagai suatu peradilan perdamaian, dimana para pihak yang bersengketa atau berselisih menghendaki perselisihan mereka tentang hak-hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya, diperiksa dan diadili oleh hakim yang adil yang tidak memihak kepada salah satu pihak yang berselisih, serta menghasilkan keputusan yang mengikat bagi kedua belah pihak.
o Negosiasi, adalah penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternative penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
o   Mediasi, menjelaskan tentang penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa berupa negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang netral dan tidak memihak, yang akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan kedua belah pihak. Pihak ketiga yang netral tersebut disebut dengan mediator.
o Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak bersengketa agar mencapai kesepakatan guna menyelesaikan sengketa dengan kekeluargaan.
o Online Despute Resolution, adalah cabang dari penyelesaian sengketa (negosiasi, mediasi, arbitrase) yang inovatif dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa antara pihak dengan prinsip due process.

Contoh Studi Kasus Sengketa Bisnis
Sengketa KBN dengan KCN Berpotensi Bikin Investor Lari
Terjadi sengketa antara PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) melawan anak usahanya, PT Karya Citra Nusantara (KCN). PT KCN melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang menerima gugatan KBN. Kuasa hukum KCN menyebut jika kasasi kliennya tidak diterima, dampaknya akan sangat terasa bagi dunia investasi. Investor enggan menanamkan modalnya lantaran tak ada kepastian hukum di negara ini. Sengketa ini bermula di tahun 2004, ketika KBN mengiklankan tender pengembangan kawasan C01 Marunda.
PT Karya Tekhnik Utama (KTU) mendaftar dan kemudian keluar sebagai pemenang tender. Kemenangan KTU itu disahkan lewat SK Direksi KBN, dengan No.06/SKD-PL/Dirut/2004 Tentang Penunjukkan KTU sebagai mitra bisnis pengembangan kepelabuhanan Lahan C-1.
Pada 2005, KBN yang melakukan tender bersama KTU menandatangani perjanjian kerjasama untuk membentuk perusahaan patungan KCN. Pendirian anak usaha tersebut disetujui Menteri BUMN dan Pemprov DKI Jakarta sebagai pemegang saham KBN. Dalam perjanjian itu, KTU berkewajiban menyediakan sumber dana dan pembangunan Pelabuhan Marunda, mulai dari Pier I, II dan III sepanjang 5.350 meter ditambah area pendukung seluas 100 Ha. Sedangkan KBN berkewajiban melengkapi perizinan, menyediakan akses jalan dan goodwill berupa garis pantai sepanjang 1.700 meter dari cakung drain hingga sungai Blencong.
Atas dasar pembangunan yang menelan modal swasta itu, komposisi saham KCN dipegang KTU sebesar 85% dan KBN sebesar 15%, namun untuk saham KBN sebesar 15% di dalam perjanjian itu memuat ketentuan saham KBN tidak akan terdelusi jika terjadi penambahan investasi KTU kepada KCN. Dengan komposisi itu, investor menanggung semua biaya, tidak ada sepeser pun KBN mengeluarkan dana. Artinya tidak ada APBN, APBD atau uang negara yang keluar.
Setelah 7 tahun berjalan, masalah muncul sekitar bulan November 2012, tepatnya, saat direksi KBN diganti. KBN meminta revisi komposisi saham pada Desember 2012. Disepakati, komposisi saham menjadi 50:50. KCN menyampaikan bahwa perjanjiannya tidak demikian, ini supaya kelanjutan proyek tidak terganggu. Namun, KBN tak terima usulan tersebut dan mereka melakukan pemblokiran akses menuju area pembangunan selama empat bulan. Padahal, saat itu KCN telah merampungkan hampir seluruh dermaga Pier I dan setengah Pier II.
Aksi sepihak KBN pada 2012 itu akhirnya memaksa KTU untuk menyetujui Addendum III yang berisikan kepemilikan saham KBN dan KTU di KCN masing-masing 50%. Tapi, addendum III itu mensyaratkan, untuk mendapat porsi 50% saham KCN, KBN harus melengkapi syarat penambahan modal dengan tenggat waktu yaitu 15 bulan. Dan ternyata sampai batas waktunya, KBN tidak sanggup memenuhi penyetoran modal. Rupanya, KBN tidak mendapatkan dana lantaran tidak ada izin dari Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta. Setelah wanprestasi itu, pada Desember 2015, KBN dan KTU bersepakat untuk kembali kepada perjanjian awal, yakni kepemilikan saham KTU 85% dan KBN 15% di KCN, termasuk pengembalian setengah dermaga Pier II dan Pier III. Namun, KBN justru melayangkan gugatan hukum kepada KCN. KCN diganggu lagi oleh KBN, dengan menyatakan perjanjian yang sudah dibuat ada cacat hukum. Padahal Menhub yang beri persetujuan.
Yang tidak masuk akal, KBN menuntut KCN membayar kerugian secara materiil sebesar lebih dari Rp 773 miliar. Padahal investor telah menanamkan modal Rp 3,4 triliun dari total rencana Rp 5 triliun. Kejanggalan lain, KCN sudah menempuh berbagai upaya, termasuk mediasi dan mengadukan ke instansi terkait. Pokja IV Satgas Percepatan dan Efektivitas Kebijakan Ekonomi pernah mengundang KBN, namun mereka tidak datang.
KCN tak mau menuding siapa yang bermain di belakang ini. Dia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan menyelesaikan sengketa ini. Sebab, sengketa ini berpotensi menggagalkan visi Presiden Jokowi. Harapan mereka, Bapak presiden bisa mencermati masalah ini. Bisa melihat ke lokasi dan berharap supaya pembangunan ini bisa terlaksana untuk kepentingan bangsa.

SUMBER
Jpnn. 2019. Sengketa KBN dengan KCN Berpotensi Bikin Investor Lari di https://www.jpnn.com/news/sengketa-kbn-dengan-kcn-berpotensi-bikin-investor-lari (di akses 28 Mei 2019).

Kamis, 23 Mei 2019

Surat Utang Negara (Contoh : SUKUK)


Surat Utang Negara (SUKUK)
Apakah Surat Utang Negara itu?
Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
Apa dasar hukum penerbitan Surat Utang Negara?
Surat Utang Negara (SUN) dan pengelolaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 memberi kepastian bahwa :
·         Penerbitan SUN hanya untuktujuan-tujuantertentu;
·         Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok SUN yang jatuhtempo;
·   Jumlah SUN yang akan diterbitkan setiap tahun anggaran harus memperoleh persetujuan DPR dan dikonsultasikan terlebihdahuludengan Bank Indonesia;
·         Perdagangan SUN diatur dan diawasi oleh instansi berwenang;
·      Memberikan sanksi hukum yang berat dan jelas terhadap penerbitan oleh pihak yang tidak berwenang dan atau pemalsuan SUN.
Selain Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002, berbagai peraturan pelaksanaan pun telah diterbitkan untuk mendukungpengelolaan SUN, antara lain :
·   Keputusan Menteri Keuangan Nomor 66/KMK.01/2003 tentang Penunjukan Bank Indonesia sebagai Agen untuk Melaksanakan Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana.
·  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.08/2009 tentangLelang Pembelian Kembali Surat Utang Negara.
·  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.08/2008 tentangLelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana.
·     Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.08/2008 tentang Penjualan SUN dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional, sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.08/2009.
·      Peraturan-peraturan lain yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang meliputi Peraturan Bank Indonesia atau PBI dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI), terkait dengan peran Bank Indonesia sebagai agen lelang, registrasi, kliring, setelmen SUN dan central register.
Apa tujuan penerbitan Surat Utang Negara?
Tujuan dari penerbitan SUN ialah untuk : (1) membiayai defisit APBN, (2) menutup kekurangan kas jangka pendek, dan (3) mengelola portofolio utang negara. Pemerintah pusat berwenang menerbitkan SUN setelah mendapat persetujuan DPR yang disahkan dalam kerangka pengesahan APBN dan setelah berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Atas penerbitan tersebut, Pemerintah berkewajiban membayar bunga dan pokok pada saat jatuh tempo. Dana untuk pembayaran bunga dan pokok SUN disediakan di dalam APBN.
Apa saja jenis dan bentuk Surat Utang Negara?
Secara umum jenis SUN dapat dibedakan sebagai berikut :
1.   Surat Perbendaharaan Negara (SPN), yaitu SUN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Di beberapa negara SPN lebih dikenal dengansebutan T-Bills atau Treasury Bills.
2.   Obligasi Negara (ON), yaitu SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan baik dengan kupon atau tanpa kupon. Obligasi Negara dengan kupon memiliki jadwal pembayaran kupon yang periodik (tiga bulan sekali atau enam bulan sekali). Sementara ON tanpa kupon tidak memiliki jadwal pembayaran kupon, dijual pada harga diskon dan pokoknya akan dilunasi pada saat jatuh tempo.
          Berdasarkan tingkat kuponnya ON dapat dibedakan menjadi (1) Obligasi Berbunga Tetap, yaitu obligasi dengan tingkat bunga tetap setiap periodenya (atau Fixed Rate Bonds) dan (2) Obligasi Berbunga Mengambang, yaitu obligasi dengan tingkat bunga mengambang (atau Variable Rate Bonds) yang ditentukan berdasarkan suatu acuan tertentu seperti tingkat bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia).
           Obligasi Negara juga dapat dibedakan berdasarkan denominasi mata uangnya (Rupiah ataupun Valuta Asing). Surat Utang Negara dapat diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat (scripless). Surat Utang Negara yang saat ini beredar, diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat. Surat Utang Negara dapat diterbitkan dalam bentuk yang dapat diperdagangkanatau yang tidak dapat diperdagangkan.
Apa manfaat penerbitan Surat Utang Negara?
Sebagai Instrumen Fiskal
        Penerbitan SUN diharapkan dapat menggali potensi sumber pembiayaan APBN yang lebih besar dari investor pasar modal.
Sebagai Instrumen Investasi
          Menyediakan alternatif investasi yang relatif bebas risiko gagal bayar dan memberikan peluang bagi investor dan pelaku pasar untuk melakukan diversifikasi portofolionya guna memperkecil risiko investasi. Selain itu, investor SUN memiliki potential capital gain dalam transaksi perdagangan di pasar sekunder SUN tersebut. Potential capital gain ialah potensi keuntungan akibat lebih besarnya harga jual obligasi dibandingkanharga belinya.
Sebagai Instrumen Pasar Keuangan
            Surat Utang Negara dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan dan dapat dijadikan acuan (benchmark) bagi penentuannilai instrumen keuangan lainnya.
Siapa yang mengelola Surat Utang Negara?
            Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2002, pengelolaan SUN diselenggarakan oleh Menteri Keuangan. Pengelolaan SUN sendiri telah dilakukan sejak tahun 2000 dengan dibentuknya tim Debt Management Unit (DMU) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) nomor 101/KMK.017/2000. Selanjutnya pada tahun 2001, melalui KMK nomor 2/KMK.01/2001, tim DMU berubah menjadi Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON). Dan berubah lagi menjadi Direktorat Pengelolaan Surat Utang Negara (DPSUN) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 302/KMK.01/2004. Seiring dengan proses reorganisasi di tubuh Kementerian Keuangan, pada tahun 2006 organisasi ini berkembang menjadi setingkat eselon I berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2006 dengan nama Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) dan terakhir telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 143.1/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan.
            Tugas DJPU yang terkait dengan pengelolaan SUN ialah menyiapkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan SUN yang meliputi: perencanaan struktur portofolio yang optimal; pelaksanaan penerbitan, penjualan, pembelian kembali dan penukaran; pengelolaan risiko portofolio SUN; pengembangan infrastruktur dan institusi pasar SUN; dan publikasi informasi tentang pengelolaan SUN berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal.
            Strategi jangka pendek dan menengah pengelolaan SUN saat ini ialah: menurunkan refinancing risk terutama pada jangka pendek, memperpanjang rata-rata jangka waktu jatuh tempo (average maturity) SUN, menyeimbangkan struktur jatuh tempo portofolio SUN sehingga selaras dengan perkembangan anggaran negara dan daya serap pasar, serta mengembangkan dan meningkatkan likuiditas pasar sekunder SUN, sehingga dalam jangka panjang dapat menurunkan biaya pinjaman (cost of borrowings).
       SUN bisa dilelang, SUN yang ditawarkan terdiri dari dua jenis yakni Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara (ON) dengan total keseluruhan sebanyak tujuh seri. Untuk SPN, seri yang ditawarkan adalah SPN03190823 dan SPN12200213 dengan tanggal jatuh tempo masing-masing 22 Agustus 2019 dan 13 Februari 2020, tingkat kupon diskonto, dan maksimal alokasi pembelian sebesar 50 persen dari yang dimenangkan. Sementara itu untuk seri obligasi negara, jenis yang ditawarkan adalah FR007 yang jatuh tempo pada 15 Mei 2024, tingkat kupon 8,125 persen. Seri FR0078, jatuh tempo tanggal 15 Mei 2029, tingkat kupon 8,25 persen. Seri FR0068, jatuh tempo 15 Maret 2034, tingkat kupon 8,375 persen. Seri FR0079 yang jatuh tempo pada 15 April 2039, tingkat kupon 8,375 persen. Terakhir seri FR0076, jatuh tempo 15 Mei 2048, dengan tingkat kupon 7,375 persen.
            Seluruh alokasi pembelian non-kompetitif seri obligasi negara tersebut maksimal 30 persen dari yang dimenangkan. Sebelum lelang, pemerintah juga telah menerbitkan SUN dengan cara private placement pada 20 Mei 2019 senilai Rp1,3 triliun. Transaksi SUN dengan mekanisme tersebut telah dilakukan pada tanggal 15 Mei 2019. SUN yang diterbitkan merupakan jenis Fixed Rate (FR) seri FR0074 dengan status dapat diperdagangkan (tradable). Adapun pokok-pokok ketentuan dan persyaratan seri Obligasi Negara tersebut diantaranya adalah kupon 7,5 persen dan yield di angka 8,5 persen dengan tanggal jatuh tempo pada 15 Mei 2032.
Pengertian SUKUK           
            Salah satu contoh Surat Utang Negara (SUN) adalah “SUKUK”. Sukuk Negara adalah surat berharga (obligasi) yang di terbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan prinsip syariah atau di sebut pula  SBSN (surat berharga syariah Negara). Perusahaan yang akan menerbitkan SBSN ini adalah perusahaan yang secara khusus di bentuk guna kepentingan penerbitan SBSN ini. SBSN atau sukuk Negara ini adalah suatu instrumen utang piutang tanpa riba sebagaimana dalam obligasi, di mana sukuk ini di terbitkan berdasarkan suatu aset acuan yang sesuai dengan prinsip syariah sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah atau valuta asing berdasarkan prinsip syariah baik di laksanakan  secara langsung oleh pemerintah atau melalui perusahaan penerbit SBSN, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, serta wajib di bayar atau di jamin pembayaran  dan nilai nominalnya  oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan  perjanjian yang mengatur penerbitan SBSN di ambil dari penjelasan undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2008 tentang surat berharga syariah Negara sedangkan menurut fatwa majelis ulama Indonesia No. 31/DSN-MUI/1X/2002.
            Sukuk ada beberapa macam, yaitu :
·    SR sukuk Negara Ritel adalah sukuk Negara yang di jual khusus untuk investor individu WNI.
·   SNI sukuk valas (global) adalah sukuk Negara yang diterbitkan di pasar perdana internasional dalam denominasi valuta asing.
·      SDHI sukuk dana haji Indonesia adalah sukuk Negara yang di terbitkan khusus untuk penempatan dana haji pada sukuk Negara.
·    IFR sukuk seri IFR adalah sukuk Negara yang di terbitkan di pasar dalam negeri dengan denominasi rupiah.
·    SPN-S surat perbendaharaan Negara syariah adalah sukuk Negara yang di terbitkan dengan tenor kurang dari satu tahun.
·        PBS project based sukuk adalah sukuk yang di terbitkan dengan menggunakan proyek sebagai underlaying asset.  
Selain itu, juga terdapat akad yang terkandung dalam SBSN, yaitu :
·      Akad Ijarah( sewa menyewa atas suatu aset).
·      Akad Mudharabah (akad kerja sama di mana salah satu pihak menyediakan modal) rab al maal dan (pihak yang satunya menyediakan tenaga atau keahlian) atau mudharib.namun  ketika mengalami kerugian yang bertanggung jawab penuh adalah si pemodal sedangkan keuntungan akan di bagi berdasarkan persentase yang disepaki di sebelumnya.
·   Akad Musyarakah (adalah akad kerja sama dalam penggabungan modal) di mana keuntungan dan kerugian di tanggung bersama sesuai akad awal.
·       Akad Istisna’ (adalah akad pembiayaan suatu proyek yang di mana cara jangka waktu penyerahan barang serta harga barang di sepakati oleh para pihak).
·      Surat Berharga Syariah Negara berdasarkan akad lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Contoh Kasus SUKUK
Pada tahun 2016 komisi X1 DPR menyetujui permohonan Sri Mulyani menggunakan penggunaan barang milik Negara (BMN ) sebagai Aset Penjamin senilai Rp 33,45 Triliun. Aset Negara tersebut menjadi dasar penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk menutup devisit anggaran. Di dalam sukuk Negara sudah ada beberapa Akad yang di jelaskan sebelumnya bagaimana dengan adanya akad tersebut dapat menarik investor untuk bergabung.

SUMBER
Ayni, Nurul. 2017. Pengertian Sukuk Negara dan Jenis-jenis Sukuk di https://www.kompasiana.com/nurulayni02/591b4040917e61d64ed1ec04/pengertian-sukuk-negara-dan-jenisjenis-sukuk (di akses 23 Mei 2019).
Pemerintah Lelang SUN, Ada 7 Seri yang Ditawarkan di https://m.bisnis.com/amp/read/20190521/92/925235/pemerintah-lelang-sun-ada-7-seri-yang-ditawarkan (di akses 23 Mei 2019).

Rabu, 15 Mei 2019

Kasus Sengketa HKI


PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK JASA TERKENAL
(STUDI KASUS “WAROENG PODJOK” MELAWAN “WARUNG POJOK”)
VS
PT Puri Intirasa sebagai pemilik merek restoran “Waroeng Podjok” melakukan gugatan terhadap Rusmin Soepadhi yang merupakan pemilik merek restoran “Warung Pojok”. PT Puri Intirasa telah menjalankan bisnis kuliner makanan tradisional Indonesia dengan mendirikan Waroeng Podjok sejak tahun 1998 dan telah memiliki beberapa cabang di beberapa pusat perbelanjaan terkemuka dan lokasi lain yang strategis di Jakarta. Tanggal 25 Mei 2005, PT Puri Intirasa mengajukan permohonan pendaftaran merek restoran Waroeng Podjok kepada Direktorat Merek Dirjen HKI untuk kelas jasa 42, namun kemudian ditolak oleh Direktorat Merek dengan pertimbangan karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek restoran Warung Pojok yang sudah didaftarkan terlebih dahulu. Rusmin Soepadhi telah mendaftarkan merek restoran Warung Pojok kepada Direktorat Merek untuk kelas jasa 42 pada tanggal 29 Oktober 2002. Berbeda dari Waroeng Podjok yang memiliki ciri khas sajian makanan tradisional Indonesia, konsep Warung Pojok lebih menyerupai kantin yang diisi berbagai macam vendor penjaja makanan dan lebih cenderung ke makanan barat.
Dalam gugatan yang diajukan oleh PT Puri Intirasa pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan Nomor Register 22/Merek/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 25 April 2008, PT Puri Intirasa berpendapat bahwa pihak Rusmin Soepadhi telah mendaftarkan merek Warung Pojok dengan itikad tidak baik dengan maksud untuk mendompleng popularitas dari nama restoran Waroeng Podjok milik PT Puri Intirasa yang telah lebih dahulu dikenal di masyarakat. Sementara itu, Rusmin Soepadhi membantah gugatan PT Puri Intirasa dengan menyatakan bahwa PT Puri Intirasa bukan merupakan pihak yang berkepentingan untuk mengajukan gugatan pembatalan merek. Permohonan merek yang diajukan oleh PT Puri Intirasa telah ditolak oleh Direktorat Merek dan PT Puri Intirasa tidak mengajukan permohonan pendaftaran merek kembali. Rusmin Soepadhi menyatakan bahwa pendaftaran merek Warung Pojok diilhami oleh toko pakaian dengan merek Pojok Busana milik Rusmin Soepadhi dan dia memiliki hak eksklusif atas merek karena telah mendaftarkan merek Warung Pojok. Rusmin Soepadhi selanjutnya juga mengajukan gugatan rekonvensi yang mendalilkan bahwa PT Puri Intirasa telah menggunakan merek secara tanpa hak atas merek Waroeng Podjok yang mempunyai persamaan pada pokoknya maupun secara keseluruhan dengan merek Warung Pojok dan Warung Pojok Kopi.
Melalui putusan No. 22/Merek/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 25 Agustus 2008, Majelis Hakim memutuskan untuk menolak seluruhnya atas gugatan PT Puri Intirasa, eksepsi Rusmin Soepadhi sebagai Tergugat dan Direktorat Merek Dirjen HKI sebagai Turut Tergugat, serta gugatan Rusmin Soepadhi dalam gugatan rekonpensi. Majelis Hakim juga menghukum PT Puri Intirasa untuk membayar biaya perkara yang timbul sebesar Rp 2.611.000,- (dua juta enam ratus sebelas ribu Rupiah).
Rusmin Soepadhi dan PT Puri Intirasa kemudian secara bersamaan menempuh upaya hukum atas putusan pada tingkat Pengadilan Niaga tersebut dengan mengajukan kasasi pada Mahkamah Agung.
Melalui putusan Mahkamah Agung No. 739K/Pdt.Sus/2008 tanggal 27 Februari 2009, Majelis Hakim menjatuhkan putusan menolak permohonan kasasi dari Rusmin Soepadhi dan PT Puri Intirasa dan menghukum kedua pihak tersebut untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta Rupiah).
Berdasarkan uraian dalam kasus posisi tersebut di atas, dalam sengketa merek Waroeng Podjok melawan Warung Pojok, permasalahan utama yang terjadi adalah karena Waroeng Podjok telah menjalankan usahanya sekian lama dan memiliki berbagai cabang di beberapa pusat perbelanjaan terkemuka, namun merek Waroeng Podjok belum didaftarkan. Masalah timbul karena terdapat merek “Warung Pojok” yang telah terdaftar dan memiliki persamaan dalam pengucapannya dengan merek “Waroeng Podjok”, sehingga pada saat permohonan pendaftaran merek Waroeng Podjok kemudian ditolak oleh Direktorat Merek.
Dalam kasus Waroeng Podjok melawan Warung Pojok tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa bisnis kuliner Waroeng Podjok telah dimulai (tahun 1998) sekitar satu dekade sebelum bisnis kuliner Warung Pojok berjalan (tahun 2008). Sehingga sangat besar kemungkinan bahwa yang muncul belakangan mencontoh ataupun terinspirasi dari pendahulunya. Apabila benar demikian, maka pendaftaran merek oleh pemilik merek Warung Pojok pada tahun 2002 memiliki itikad yang tidak baik.
Dalam dalil gugatan dan memori kasasi yang diajukan oleh PT Puri Intirasa, disebutkan bahwa merek Warung Pojok baru digunakan 6 (enam) tahun setelah merek Warung Pojok didaftarkan. Namun dalil PT Puri Intirasa tersebut tidak kuat karena tidak disertai dengan bukti yang cukup karena informasi tersebut hanya diperoleh PT Puri Intirasa melalui investigasi yang dilakukan sendiri. Menurut Pasal 1965 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, itikad baik harus dianggap selalu ada, dan barangsiapa yang mengajukan tuntutan atas dasar itikad buruk, wajib membuktikannya.
Pengetahuan masyarakat terhadap merek Waroeng Podjok dapat dianggap ada karena Waroeng Podjok memiliki berbagai cabang di beberapa pusat perbelanjaan terkemuka dan adanya promosi di beberapa surat kabar. Namun pengetahuan masyarakat terhadap Waroeng Podjok secara umum masih bersifat lokal, yaitu hanya sebatas wilayah Jakarta, karena Waroeng Podjok belum memiliki cabang hingga ke berbagai wilayah di seluruh Indonesia maupun luar negeri. Sehingga dapat dikatakan bahwa merek “Waroeng Podjok” belum termasuk dalam kategori merek terkenal. Kembali kepada kasus “Waroeng Podjok” melawan “Warung Pojok”, dalam pertimbangan Majelis Hakim pada tingkat pertama (Pengadilan Niaga) dan kasasi (Mahkamah Agung) disebutkan bahwa istilah Warung Pojok, baik yang digunakan dalam merek Warung Pojok (ejaan baru) ataupun Waroeng Podjok (ejaan lama), merupakan istilah umum karena terdapat lagu daerah dengan judul Warung Pojok dan bahwa istilah Warung Pojok sering digunakan sehari-hari dalam budaya lokal dengan arti warung yang terletak di pojok. Mengenai hal ini, maka seharusnya pada saat Rusmin Soepadhi mendaftarkan merek Warung Pojok, maka seharusnya Direktorat Merek menolak permohonan pendaftaran merek tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 5 huruf c Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, dimana ditegaskan bahwa merek tidak bisa didaftarkan apabila merek tersebut mengandung unsur “TELAH MENJADI MILIK UMUM”.

Jumat, 10 Mei 2019

Kepailitan Nyonya Meneer


KEPAILITAN PABRIK JAMU NYONYA MENEER

Lauw Ping Nio alias Nyonya Meneer (lahir di SidoarjoJawa Timur, pada tahun 1895 - wafat tahun 1978 pada umur 83 tahun) adalah seorang wirausahawan di bidang industri jamu di Indonesia. Namanya berasal dari beras menir, yaitu sisa butir halus penumbukan padi. Ibunya mengidam dan memakan beras ini sehingga pada waktu bayi yang dikandungnya lahir kemudian diberi nama Menir. Karena pengaruh ejaan Belanda ejaan Menir berubah menjadi Meneer.
Ibu Meneer merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Ia menikah dengan Ong Bian Wan, pria asal Surabaya, dan kemudian pindah ke Semarang. Pada masa pendudukan Belanda pada tahun 1900an, pada masa-masa penuh keprihatinan dan sulit itu suaminya sakit keras dan berbagai upaya penyembuhan sia-sia. Ibu Meneer mencoba meramu jamu Jawa yang diajarkan orang tuanya dan suaminya sembuh. Sejak saat itu, Ibu Meneer lebih giat lagi meramu jamu Jawa untuk menolong keluarga, tetangga, kerabat maupun masyarakat sekitar yang membutuhkan. Ia mencantumkan nama dan potretnya pada kemasan jamu yang ia buat dengan maksud membina hubungan yang lebih akrab dengan masyarakat yang lebih luas. Berbekal perabotan dapur biasa, usaha keluarga ini terus memperluas penjualan ke kota-kota sekitar.

Pada tahun 1919 atas dorongan keluarga berdirilah Jamu Cap Potret Nyonya Meneer yang kemudian menjadi cikal bakal salah satu industri jamu terbesar di Indonesia. Selain mendirikan pabrik, Nyonya Meneer juga membuka toko di Jalan Pedamaran 92, Semarang. Perusahaan keluarga ini terus berkembang dengan bantuan anak-anaknya yang mulai besar.
Pada tahun 1940 melalui bantuan putrinya, Nonnie (Ong Djian Nio), yang hijrah ke Jakarta, berdirilah cabang toko Nyonya Meneer, di Jalan Juanda, Pasar Baru, Jakarta. Di tangan Ibu dan anak, Nyonya Meneer dan Hans Ramana perusahaan berkembang pesat. Nyonya Meneer meninggal dunia tahun 1978, generasi kedua yaitu anaknya, Hans Ramana (Ong Han Houw), yang juga mengelola bisnis bersama ibunya meninggal terlebih dahulu pada tahun 1976. Operasional perusahaan kemudian diteruskan oleh generasi ketiga yakni ke lima cucu Nyonya Meneer.
Namun ke lima bersaudara ini kurang serasi dan menjatuhkan pilihan untuk berpisah. Kini perusahaan murni dimiliki dan dikendalikan salah satu cucu Nyonya Meneer yaitu Charles Saerang. Sedangkan ke empat orang saudaranya memilih untuk berpisah setelah menerima bagian masing-masing.

Sekitar tahun 2017-an, Indonesia dikabarkan dengan berita perusahaan Jamu Nyonya Meneer yang dinyatakan pailit. Pelopor jamu di Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1919 akhirnya mengakhiri kejayaannya di tahun 2017. PT Nyonya Meneer (Njonja Meneer) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang. Gabungan Pengusaha Jamu menyampaikan keprihatinan atas kabar tersebut. Perusahaan jamu PT Nyonya Meneer dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang karena tidak sanggup membayar hutang.
Hal ini bermula dari permohonan Penundaan Kewajiban Penundaan Utang (PKPU) yang diajukan PT Citra Sastra Grafika dan PT Nata Merdian Investama (NMI) pada 8 Januari 2015 di pengadilan yang sama. Permohonan tersebut pun akhirnya diterima oleh majelis hakim dan menyatakan Nyonya Meneer harus merestrukturisasi hutangnya melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) per 27 Januari 2015. Dalam putusannya, majelis hakim yang dipimpin oleh hakim Dwiarso Budi Santiarto, saat itu meneruskan upaya yang dilakukan oleh para pihak, baik debitur, kreditur, tim pengurus, maupun hakim pengawas dan dinyatakan bahwa perjanjian perdamaian antara debitur dan kreditur tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada 27 Mei 2015 telah sah. Para pihak bersepakat terkait hutang yang harus dibayarkan debitur yakni PT Nyonya Meneer kepada 35 kreditur. Pihak PT Nyonya Meneer pun berkewajiban untuk membayar seluruh hutang yang telah diajukan.
Berselang dua tahun, pertengahan 2017 akhirnya berita terkait hutang Nyonya Meneer kembali mencuat dan gugatan pailit diajukan oleh salah satu kreditur asal Kabupaten Sukoharjo yang bernama Hendrianto Bambang Santoso. Menurut kuasa hukum Hendrianto, pembatalan diajukan lantaran pihaknya tidak mendapat pembayaran dari Nyonya Meneer. Adapun dalam proposal produsen jamu legendaris itu menjanjikan pembayaran selama lima tahun dengan cara dicicil lewat biliyet giro.
Dan gugatan dikabulkan oleh PN Semarang. Hendrianto merupakan pemasok bahan-bahan baku jamu Nyonya Meneer sejak dulu. Ia juga masuk dalam kreditur perusahaan sebagai kreditur konkuren (tanpa jaminan). Setelah dinyatakan pailit, mau tak mau seluruh aset PT Nyonya Meneer jatuh ke tangan kurator. Dalam hal ini, kurator yang ditunjuk adalah Wahyu Hidayat dan Adeliansyah.
PT Nyonya Meneer dinyatakan pailit dalam persidangan yang dipimpin hakim Nani Indrawati dalam amar putusan perkara permohonan pembatalan perdamaian antara perusahaan dan kreditur tersebut. Perusahaan jamu legendaris itu dinyatakan pailit karena terbukti tidak sanggup untuk membayar semua hutangnya.
Di satu sisi, pihak PT Nyonya Meneer tidak mengakui jumlah hutangnya kepada distributor, dan hanya mengakui beberapa hutang puluhan miliar saja. Adapun diketahui saat PKPU, Nyonya Meneer terbukti memiliki hutang kepada seluruh kreditur yang mencapai lebih Rp 270 miliar. Diberitakan pula bahwa PT Nyonya Meneer dinilai memiliki hutang pada PT NMI sebesar Rp110 miliar, terdiri dari hutang Rp89 miliar dan hutang barang sebesar Rp21 miliar. Namun, PT Nyonya Meneer hanya menawarkan perdamaian yang tidak masuk akal.
PT NMI pun masuk dalam kategori konkuren (tanpa jaminan) lantaran tak memegang jaminan. Kemudian ada juga dari Bank Papua sebagai satu-satunya kreditur pemegang jaminan (separatis) sebesar Rp 68,5 miliar. Lalu, Nyonya Meneer juga terbukti memiliki hutang kepada pajak yang terhitung sejak tahun 2009-2012 sebesar Rp 20 miliar. Kemudian, kepada para pekerja dari tagihan pensiun mencapai Rp 10 miliar. Keduanya masuk dalam kreditur preferen.