This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 19 Juni 2019

Jawaban UAS

NAMA            : RINA CHINTYA D.
NIM                : 170321100004
KELAS           : HEB - A
KASUS 1
Hak cipta berkaitan erat dengan intelektual manusia yang harus benar benar dijaga dan juga dihargai, karena suatu ciptaan yang dirancang, dikerjakan dan diciptakan oleh seseorang atau suatu perusahaan tidaklah mudah untuk mewujudkannya. Jika suatu ciptaan yang direncanakan oleh seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain, maka dapat dipastikan bahwa penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan tersebut. Menurut saya, pelanggaran hak cipta pada kasus nomor 1 sudah memenuhi syarat, terlebih lagi kain rayon grey yang diproduksi oleh PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) sudah terlebih dahulu dipatenkan oleh PT Sritex Sukoharjo. Jau Tau Kwan dituntut karena melanggar Pasal 72 ayat 1 atau ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta juncto Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP. Adapun bunyi pasalnya :
Pasal 55
Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
a.            Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu;
b.            Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;
c.            Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau
d.            Mengubah isi ciptaan.
Pasal 56
1)   Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu.
2) Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
3)  Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
Pasal 72
1)    Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing- masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2)    Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Tidak ada alasan lain yang mampu menampik hal tersebut. Karena jika suatu produk sudah dipatenkan lalu diproduksi oleh seseorang / perusahaan lain yang bukan pemegang hak paten, maka hal tersebut sudah termasuk dalam pelanggaran hak cipta. Kecuali, seseorang / perusahaan yang memproduksi produk tersebut telah memperoleh izin dari orang yang memiliki hak paten untuk memproduksi produknya. Jika si pemilik hak paten tidak memberi izin, tentunya seperti mencuri barang milik orang lain. Dan apabila si pemilik barang tidak ingin menempuh jalur damai, maka jalur hukum adalah jalur terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut, karena sudah ada Undang-Undang yang mengatur tentang hak cipta. Sungguh miris ketika ada seseorang / perusahaan yang ingin menjadi sukses dengan cara menjiplak karya milik orang lain dan karya tersebut juga sudah dipatenkan. Tidak ada orang yang menginginkan hasil ciptaannya atau karyanya yang sudah susah payah dibuat, tetapi dijiplak dengan mudahnya oleh orang lain.
KASUS 3
Pada kasus 3 dapat membutikan bahwa pada ketentuan umum UU soal konsumen, yang menyangkut tentang promosi, disebutkan bahwa promosi adalah suatu kegiatan yang mengenalkan atau menyebarluaskan informasi suatu produk / jasa untuk menarik minat pembeli (konsumen) terhadap suatu produk / jasa yang akan dan sedang diperdagangkan. Jadi, pada kasus nomor 3 ini, data ditunjukkan bahwa terkadang promosi iklan yang dilakukan sanat tidak mencerminkan etika bisnis yang baik dan tepat. Oleh karena itu, diharapkan adanya keterbukaan dan kejujuran antara produsen kepada konsumen dan juga konsumen kepada produsen, sehingga mereka bisa nyaman satu sama lain dan tidak merasa tertipu satu sama lain. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UUPK menjelaskan mengenai hal-hal yang dilarang bagi oleh pelaku usaha:
“(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
    1.  Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
    2. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
    3. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
    4. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
    5. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
    6. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
    7. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
    8. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
    9. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
    10. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
    11. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”
Melihat dari ketentuan pasal ini, bentuk larangan ditujukan pada perilaku pelaku usaha secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut telah memenuhi mutu tertentu, atau menawarkan sesuatu yang belum pasti. Berdasarkan Putusan BPSK yang merujuk pada Pasal 9 ayat (1) huruf k, terkait representasi pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar atas barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Jika dikaitkan dengan kasus konsumen Ludmilla Arif dengan PT. NMI, penerapan pasal ini dalam putusan BPSK sudah tepat karena dapat menjerat pelaku usaha dengan unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tersebut. Sama halnya dengan Pasal 10 UUPK, yang menjelaskan bahwa:
“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
1.    Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
2.    Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
3.    Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
4.    Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
5.    Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.”
Pada pasal ini juga menyangkut larangan yang tertuju pada perilaku pelaku usaha yang tujuannya mengupayakan adanya perdagangan yang tertib dan iklim usaha yang sehat untuk menghindari adanya perdagangan yang dilakukan dengan cara melawan hukum. Jika dikaitkan dengan putusan BPSK dengan kasus PT. NMI dengan konsumen Ludmilla Arif, penerapan pasal ini sudah tepat dengan unsur yang menawarkan, mengiklankan, atau membuat pernyataan tidak benar mengenai kondisi mobil.
KASUS 5
Berdasarkan kasus 5 ini, menurut saya lebih baik ada proses penindaklanjutan atas masalah tersebut untuk mengetahui seluk beluk kenyataan yang sebenarnya. Dan jika salah salah satu pihak merasa ada yang terkhianat, maka bisa diputuskan untuk melanjutkan proses hukum pada tahap berikutnya supaya bisa mendapatkan kejelasan bagaimana kedudukan dan kenyataan yang sebenarnya dan bisa membuktikan bahwa pihak tersebut terkhianati. Tetapi jika kedua pihak memang benar melakukan ingkar janji atau wanprestasi terhadap perjanjian perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terdahulu, maka kedua pihak bisa dinyatakan pailit jika dipandang dari hukum kepailitan. Karena permasalahan wanprestasi bukan hanya tentang nominal akumulasi pembayaran, tapi waktu pembayaran juga penting, jika waktu pembayarannya tidak terpenuhi maka hal tersebut bisa dikatakan wanprestasi juga.

Selasa, 28 Mei 2019

Sengketa Dalam Bisnis



SENGKETA BISNIS
Sengketa merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan di dalam dunia bisnis. Diingikan atau tidak, sengketa bisnis sering kali timbul dan harus dihadapi oleh setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Sengketa dapat diselesaikan secara kekeluargaan (di luar pengadilan) atau melalui pengadilan. Jika perselisihan yang ada tetap dapat dibicarakan dan diselesaikan secara baik, penyelesaian secara kekeluargaan merupakan jalur yang sangat wajar dan efisien. Waktu yang terbuang tidak banyak dan biaya yang dikeluarkan tidak besar. Namun, penyelesaian sengketa juga sering dilakukan melalui pengadilan. Dalam hal ini, waktu yang terpakai akan banyak dan harus melalui tahap-tahapan peradilan yang ada, yang tentunya juga melibatkan biaya yang tidak sedikit. Secara fakta, masih banyak pihak yang menyelesaikan sengketanya melalui pengadilan karena pihak-pihak yang bersengketa ingin memperoleh kepastian dan kejelasan secara hukum melalui putusan pengadilan tentang obyek sengketa yang ada. Tentunya, putusan pengadilan secara umum bersifat menang-kalah (win-lose).
Sengketa bisnis sangat mungkin terjadi. Di dunia yang semakin canggih dan serba cepat ini, sengketa bisnis selalu saja ada dan menjadi fakta yang tidak bisa dihindari oleh para pelaku bisnis. Tidak semua orang ingin mengalami sengketa. Namun, pada kenyataannya, terkadang sengketa tersebut memang timbul dan telah menjadi suatu faktor yang harus dialami dan dihadapi oleh para pelaku bisnis. Dengan kata lain, sengketa bisnis telah menjadi bagian dari bisnis itu sendiri.
Jenis Sengketa Bisnis
·         Sengketa Perburuhan
Yaitu perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
·         Sengketa Kontrak
Yaitu suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pada dasarnya setiap kontrak atau perjanjian yang dibuat para pihak harus dapat dilaksanakan dengan dengan itikad baik. Namun, dalam praktiknya, kontrak yang dibuatnya seringkali dilanggar.
·         Persaingan Usaha
Pengertian persaingan usaha secara yuridis selalu dikaitkan dengan persaingan dalam arti ekonomi yang berbasis pada pasar, dimana pelaku usaha baik itu perusahaan maupun penjual dengan bebas berupaya untuk mendapatkan konsumen guna mencapai tujuan usaha atau perusahaan yang didirikannya.
·         Sengketa Konsumen
Definisi sengketa konsumen dapat ditemui pada Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yaitu Surat Keputusan Nomor: 350 / MPP / Kep / 12 / 2001 tanggal 10 Desember 2001, dimana pada Pasaal 1 ayat (8) dikatakan yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.
·         Sengketa Perbankan
Sengketa perbankan merupakan sengketa antara bank dengan pihak nasabah. Sengketa yang terjadi antara bank dengan nasabahnya mencakup sengketa di bidang finansial, yakni tidak dipenuhinya tuntutan finansial dari  nasabah oleh bank.
Model Penyelesaian Sengketa Bisnis
Dilihat dari proses model penyelesaian sengketa bisnis dapat berupa :
·         Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan.
o   Pengadilan Umum, berada pada lingkungan Peradilan Umum yang mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang tentang Peradilan Umum, dalam Pasal 50 menyatakan: Pengadilan Negeri bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.
o Pengadilan Niaga, adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum, mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 37 ahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, dalam Pasal 300.
·         Non Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
o   Arbitrase, adalah adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa pada arbitrase dilakukan berdasarkan persetujuan bahwa pihak bersengketa akan tunduk dan mentaati keputusan yang  diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau mereka tunjuk secara langsung. Oleh karena itu arbitrase disebut sebagai suatu peradilan perdamaian, dimana para pihak yang bersengketa atau berselisih menghendaki perselisihan mereka tentang hak-hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya, diperiksa dan diadili oleh hakim yang adil yang tidak memihak kepada salah satu pihak yang berselisih, serta menghasilkan keputusan yang mengikat bagi kedua belah pihak.
o Negosiasi, adalah penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternative penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
o   Mediasi, menjelaskan tentang penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa berupa negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang netral dan tidak memihak, yang akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan kedua belah pihak. Pihak ketiga yang netral tersebut disebut dengan mediator.
o Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak bersengketa agar mencapai kesepakatan guna menyelesaikan sengketa dengan kekeluargaan.
o Online Despute Resolution, adalah cabang dari penyelesaian sengketa (negosiasi, mediasi, arbitrase) yang inovatif dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa antara pihak dengan prinsip due process.

Contoh Studi Kasus Sengketa Bisnis
Sengketa KBN dengan KCN Berpotensi Bikin Investor Lari
Terjadi sengketa antara PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) melawan anak usahanya, PT Karya Citra Nusantara (KCN). PT KCN melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang menerima gugatan KBN. Kuasa hukum KCN menyebut jika kasasi kliennya tidak diterima, dampaknya akan sangat terasa bagi dunia investasi. Investor enggan menanamkan modalnya lantaran tak ada kepastian hukum di negara ini. Sengketa ini bermula di tahun 2004, ketika KBN mengiklankan tender pengembangan kawasan C01 Marunda.
PT Karya Tekhnik Utama (KTU) mendaftar dan kemudian keluar sebagai pemenang tender. Kemenangan KTU itu disahkan lewat SK Direksi KBN, dengan No.06/SKD-PL/Dirut/2004 Tentang Penunjukkan KTU sebagai mitra bisnis pengembangan kepelabuhanan Lahan C-1.
Pada 2005, KBN yang melakukan tender bersama KTU menandatangani perjanjian kerjasama untuk membentuk perusahaan patungan KCN. Pendirian anak usaha tersebut disetujui Menteri BUMN dan Pemprov DKI Jakarta sebagai pemegang saham KBN. Dalam perjanjian itu, KTU berkewajiban menyediakan sumber dana dan pembangunan Pelabuhan Marunda, mulai dari Pier I, II dan III sepanjang 5.350 meter ditambah area pendukung seluas 100 Ha. Sedangkan KBN berkewajiban melengkapi perizinan, menyediakan akses jalan dan goodwill berupa garis pantai sepanjang 1.700 meter dari cakung drain hingga sungai Blencong.
Atas dasar pembangunan yang menelan modal swasta itu, komposisi saham KCN dipegang KTU sebesar 85% dan KBN sebesar 15%, namun untuk saham KBN sebesar 15% di dalam perjanjian itu memuat ketentuan saham KBN tidak akan terdelusi jika terjadi penambahan investasi KTU kepada KCN. Dengan komposisi itu, investor menanggung semua biaya, tidak ada sepeser pun KBN mengeluarkan dana. Artinya tidak ada APBN, APBD atau uang negara yang keluar.
Setelah 7 tahun berjalan, masalah muncul sekitar bulan November 2012, tepatnya, saat direksi KBN diganti. KBN meminta revisi komposisi saham pada Desember 2012. Disepakati, komposisi saham menjadi 50:50. KCN menyampaikan bahwa perjanjiannya tidak demikian, ini supaya kelanjutan proyek tidak terganggu. Namun, KBN tak terima usulan tersebut dan mereka melakukan pemblokiran akses menuju area pembangunan selama empat bulan. Padahal, saat itu KCN telah merampungkan hampir seluruh dermaga Pier I dan setengah Pier II.
Aksi sepihak KBN pada 2012 itu akhirnya memaksa KTU untuk menyetujui Addendum III yang berisikan kepemilikan saham KBN dan KTU di KCN masing-masing 50%. Tapi, addendum III itu mensyaratkan, untuk mendapat porsi 50% saham KCN, KBN harus melengkapi syarat penambahan modal dengan tenggat waktu yaitu 15 bulan. Dan ternyata sampai batas waktunya, KBN tidak sanggup memenuhi penyetoran modal. Rupanya, KBN tidak mendapatkan dana lantaran tidak ada izin dari Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta. Setelah wanprestasi itu, pada Desember 2015, KBN dan KTU bersepakat untuk kembali kepada perjanjian awal, yakni kepemilikan saham KTU 85% dan KBN 15% di KCN, termasuk pengembalian setengah dermaga Pier II dan Pier III. Namun, KBN justru melayangkan gugatan hukum kepada KCN. KCN diganggu lagi oleh KBN, dengan menyatakan perjanjian yang sudah dibuat ada cacat hukum. Padahal Menhub yang beri persetujuan.
Yang tidak masuk akal, KBN menuntut KCN membayar kerugian secara materiil sebesar lebih dari Rp 773 miliar. Padahal investor telah menanamkan modal Rp 3,4 triliun dari total rencana Rp 5 triliun. Kejanggalan lain, KCN sudah menempuh berbagai upaya, termasuk mediasi dan mengadukan ke instansi terkait. Pokja IV Satgas Percepatan dan Efektivitas Kebijakan Ekonomi pernah mengundang KBN, namun mereka tidak datang.
KCN tak mau menuding siapa yang bermain di belakang ini. Dia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan menyelesaikan sengketa ini. Sebab, sengketa ini berpotensi menggagalkan visi Presiden Jokowi. Harapan mereka, Bapak presiden bisa mencermati masalah ini. Bisa melihat ke lokasi dan berharap supaya pembangunan ini bisa terlaksana untuk kepentingan bangsa.

SUMBER
Jpnn. 2019. Sengketa KBN dengan KCN Berpotensi Bikin Investor Lari di https://www.jpnn.com/news/sengketa-kbn-dengan-kcn-berpotensi-bikin-investor-lari (di akses 28 Mei 2019).

Kamis, 23 Mei 2019

Surat Utang Negara (Contoh : SUKUK)


Surat Utang Negara (SUKUK)
Apakah Surat Utang Negara itu?
Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
Apa dasar hukum penerbitan Surat Utang Negara?
Surat Utang Negara (SUN) dan pengelolaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 memberi kepastian bahwa :
·         Penerbitan SUN hanya untuktujuan-tujuantertentu;
·         Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok SUN yang jatuhtempo;
·   Jumlah SUN yang akan diterbitkan setiap tahun anggaran harus memperoleh persetujuan DPR dan dikonsultasikan terlebihdahuludengan Bank Indonesia;
·         Perdagangan SUN diatur dan diawasi oleh instansi berwenang;
·      Memberikan sanksi hukum yang berat dan jelas terhadap penerbitan oleh pihak yang tidak berwenang dan atau pemalsuan SUN.
Selain Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002, berbagai peraturan pelaksanaan pun telah diterbitkan untuk mendukungpengelolaan SUN, antara lain :
·   Keputusan Menteri Keuangan Nomor 66/KMK.01/2003 tentang Penunjukan Bank Indonesia sebagai Agen untuk Melaksanakan Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana.
·  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.08/2009 tentangLelang Pembelian Kembali Surat Utang Negara.
·  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.08/2008 tentangLelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana.
·     Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.08/2008 tentang Penjualan SUN dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional, sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.08/2009.
·      Peraturan-peraturan lain yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang meliputi Peraturan Bank Indonesia atau PBI dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI), terkait dengan peran Bank Indonesia sebagai agen lelang, registrasi, kliring, setelmen SUN dan central register.
Apa tujuan penerbitan Surat Utang Negara?
Tujuan dari penerbitan SUN ialah untuk : (1) membiayai defisit APBN, (2) menutup kekurangan kas jangka pendek, dan (3) mengelola portofolio utang negara. Pemerintah pusat berwenang menerbitkan SUN setelah mendapat persetujuan DPR yang disahkan dalam kerangka pengesahan APBN dan setelah berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Atas penerbitan tersebut, Pemerintah berkewajiban membayar bunga dan pokok pada saat jatuh tempo. Dana untuk pembayaran bunga dan pokok SUN disediakan di dalam APBN.
Apa saja jenis dan bentuk Surat Utang Negara?
Secara umum jenis SUN dapat dibedakan sebagai berikut :
1.   Surat Perbendaharaan Negara (SPN), yaitu SUN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Di beberapa negara SPN lebih dikenal dengansebutan T-Bills atau Treasury Bills.
2.   Obligasi Negara (ON), yaitu SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan baik dengan kupon atau tanpa kupon. Obligasi Negara dengan kupon memiliki jadwal pembayaran kupon yang periodik (tiga bulan sekali atau enam bulan sekali). Sementara ON tanpa kupon tidak memiliki jadwal pembayaran kupon, dijual pada harga diskon dan pokoknya akan dilunasi pada saat jatuh tempo.
          Berdasarkan tingkat kuponnya ON dapat dibedakan menjadi (1) Obligasi Berbunga Tetap, yaitu obligasi dengan tingkat bunga tetap setiap periodenya (atau Fixed Rate Bonds) dan (2) Obligasi Berbunga Mengambang, yaitu obligasi dengan tingkat bunga mengambang (atau Variable Rate Bonds) yang ditentukan berdasarkan suatu acuan tertentu seperti tingkat bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia).
           Obligasi Negara juga dapat dibedakan berdasarkan denominasi mata uangnya (Rupiah ataupun Valuta Asing). Surat Utang Negara dapat diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat (scripless). Surat Utang Negara yang saat ini beredar, diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat. Surat Utang Negara dapat diterbitkan dalam bentuk yang dapat diperdagangkanatau yang tidak dapat diperdagangkan.
Apa manfaat penerbitan Surat Utang Negara?
Sebagai Instrumen Fiskal
        Penerbitan SUN diharapkan dapat menggali potensi sumber pembiayaan APBN yang lebih besar dari investor pasar modal.
Sebagai Instrumen Investasi
          Menyediakan alternatif investasi yang relatif bebas risiko gagal bayar dan memberikan peluang bagi investor dan pelaku pasar untuk melakukan diversifikasi portofolionya guna memperkecil risiko investasi. Selain itu, investor SUN memiliki potential capital gain dalam transaksi perdagangan di pasar sekunder SUN tersebut. Potential capital gain ialah potensi keuntungan akibat lebih besarnya harga jual obligasi dibandingkanharga belinya.
Sebagai Instrumen Pasar Keuangan
            Surat Utang Negara dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan dan dapat dijadikan acuan (benchmark) bagi penentuannilai instrumen keuangan lainnya.
Siapa yang mengelola Surat Utang Negara?
            Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2002, pengelolaan SUN diselenggarakan oleh Menteri Keuangan. Pengelolaan SUN sendiri telah dilakukan sejak tahun 2000 dengan dibentuknya tim Debt Management Unit (DMU) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) nomor 101/KMK.017/2000. Selanjutnya pada tahun 2001, melalui KMK nomor 2/KMK.01/2001, tim DMU berubah menjadi Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON). Dan berubah lagi menjadi Direktorat Pengelolaan Surat Utang Negara (DPSUN) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 302/KMK.01/2004. Seiring dengan proses reorganisasi di tubuh Kementerian Keuangan, pada tahun 2006 organisasi ini berkembang menjadi setingkat eselon I berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2006 dengan nama Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) dan terakhir telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 143.1/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan.
            Tugas DJPU yang terkait dengan pengelolaan SUN ialah menyiapkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan SUN yang meliputi: perencanaan struktur portofolio yang optimal; pelaksanaan penerbitan, penjualan, pembelian kembali dan penukaran; pengelolaan risiko portofolio SUN; pengembangan infrastruktur dan institusi pasar SUN; dan publikasi informasi tentang pengelolaan SUN berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal.
            Strategi jangka pendek dan menengah pengelolaan SUN saat ini ialah: menurunkan refinancing risk terutama pada jangka pendek, memperpanjang rata-rata jangka waktu jatuh tempo (average maturity) SUN, menyeimbangkan struktur jatuh tempo portofolio SUN sehingga selaras dengan perkembangan anggaran negara dan daya serap pasar, serta mengembangkan dan meningkatkan likuiditas pasar sekunder SUN, sehingga dalam jangka panjang dapat menurunkan biaya pinjaman (cost of borrowings).
       SUN bisa dilelang, SUN yang ditawarkan terdiri dari dua jenis yakni Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara (ON) dengan total keseluruhan sebanyak tujuh seri. Untuk SPN, seri yang ditawarkan adalah SPN03190823 dan SPN12200213 dengan tanggal jatuh tempo masing-masing 22 Agustus 2019 dan 13 Februari 2020, tingkat kupon diskonto, dan maksimal alokasi pembelian sebesar 50 persen dari yang dimenangkan. Sementara itu untuk seri obligasi negara, jenis yang ditawarkan adalah FR007 yang jatuh tempo pada 15 Mei 2024, tingkat kupon 8,125 persen. Seri FR0078, jatuh tempo tanggal 15 Mei 2029, tingkat kupon 8,25 persen. Seri FR0068, jatuh tempo 15 Maret 2034, tingkat kupon 8,375 persen. Seri FR0079 yang jatuh tempo pada 15 April 2039, tingkat kupon 8,375 persen. Terakhir seri FR0076, jatuh tempo 15 Mei 2048, dengan tingkat kupon 7,375 persen.
            Seluruh alokasi pembelian non-kompetitif seri obligasi negara tersebut maksimal 30 persen dari yang dimenangkan. Sebelum lelang, pemerintah juga telah menerbitkan SUN dengan cara private placement pada 20 Mei 2019 senilai Rp1,3 triliun. Transaksi SUN dengan mekanisme tersebut telah dilakukan pada tanggal 15 Mei 2019. SUN yang diterbitkan merupakan jenis Fixed Rate (FR) seri FR0074 dengan status dapat diperdagangkan (tradable). Adapun pokok-pokok ketentuan dan persyaratan seri Obligasi Negara tersebut diantaranya adalah kupon 7,5 persen dan yield di angka 8,5 persen dengan tanggal jatuh tempo pada 15 Mei 2032.
Pengertian SUKUK           
            Salah satu contoh Surat Utang Negara (SUN) adalah “SUKUK”. Sukuk Negara adalah surat berharga (obligasi) yang di terbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan prinsip syariah atau di sebut pula  SBSN (surat berharga syariah Negara). Perusahaan yang akan menerbitkan SBSN ini adalah perusahaan yang secara khusus di bentuk guna kepentingan penerbitan SBSN ini. SBSN atau sukuk Negara ini adalah suatu instrumen utang piutang tanpa riba sebagaimana dalam obligasi, di mana sukuk ini di terbitkan berdasarkan suatu aset acuan yang sesuai dengan prinsip syariah sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah atau valuta asing berdasarkan prinsip syariah baik di laksanakan  secara langsung oleh pemerintah atau melalui perusahaan penerbit SBSN, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, serta wajib di bayar atau di jamin pembayaran  dan nilai nominalnya  oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan  perjanjian yang mengatur penerbitan SBSN di ambil dari penjelasan undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2008 tentang surat berharga syariah Negara sedangkan menurut fatwa majelis ulama Indonesia No. 31/DSN-MUI/1X/2002.
            Sukuk ada beberapa macam, yaitu :
·    SR sukuk Negara Ritel adalah sukuk Negara yang di jual khusus untuk investor individu WNI.
·   SNI sukuk valas (global) adalah sukuk Negara yang diterbitkan di pasar perdana internasional dalam denominasi valuta asing.
·      SDHI sukuk dana haji Indonesia adalah sukuk Negara yang di terbitkan khusus untuk penempatan dana haji pada sukuk Negara.
·    IFR sukuk seri IFR adalah sukuk Negara yang di terbitkan di pasar dalam negeri dengan denominasi rupiah.
·    SPN-S surat perbendaharaan Negara syariah adalah sukuk Negara yang di terbitkan dengan tenor kurang dari satu tahun.
·        PBS project based sukuk adalah sukuk yang di terbitkan dengan menggunakan proyek sebagai underlaying asset.  
Selain itu, juga terdapat akad yang terkandung dalam SBSN, yaitu :
·      Akad Ijarah( sewa menyewa atas suatu aset).
·      Akad Mudharabah (akad kerja sama di mana salah satu pihak menyediakan modal) rab al maal dan (pihak yang satunya menyediakan tenaga atau keahlian) atau mudharib.namun  ketika mengalami kerugian yang bertanggung jawab penuh adalah si pemodal sedangkan keuntungan akan di bagi berdasarkan persentase yang disepaki di sebelumnya.
·   Akad Musyarakah (adalah akad kerja sama dalam penggabungan modal) di mana keuntungan dan kerugian di tanggung bersama sesuai akad awal.
·       Akad Istisna’ (adalah akad pembiayaan suatu proyek yang di mana cara jangka waktu penyerahan barang serta harga barang di sepakati oleh para pihak).
·      Surat Berharga Syariah Negara berdasarkan akad lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Contoh Kasus SUKUK
Pada tahun 2016 komisi X1 DPR menyetujui permohonan Sri Mulyani menggunakan penggunaan barang milik Negara (BMN ) sebagai Aset Penjamin senilai Rp 33,45 Triliun. Aset Negara tersebut menjadi dasar penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk menutup devisit anggaran. Di dalam sukuk Negara sudah ada beberapa Akad yang di jelaskan sebelumnya bagaimana dengan adanya akad tersebut dapat menarik investor untuk bergabung.

SUMBER
Ayni, Nurul. 2017. Pengertian Sukuk Negara dan Jenis-jenis Sukuk di https://www.kompasiana.com/nurulayni02/591b4040917e61d64ed1ec04/pengertian-sukuk-negara-dan-jenisjenis-sukuk (di akses 23 Mei 2019).
Pemerintah Lelang SUN, Ada 7 Seri yang Ditawarkan di https://m.bisnis.com/amp/read/20190521/92/925235/pemerintah-lelang-sun-ada-7-seri-yang-ditawarkan (di akses 23 Mei 2019).