NAMA :
RINA CHINTYA D.
NIM : 170321100004
KELAS : HEB - A
KASUS 1
Hak
cipta berkaitan erat dengan intelektual manusia yang harus benar benar dijaga
dan juga dihargai, karena suatu ciptaan yang dirancang, dikerjakan dan
diciptakan oleh seseorang atau suatu perusahaan tidaklah mudah untuk
mewujudkannya. Jika suatu ciptaan yang direncanakan oleh seseorang diwujudkan
dan dikerjakan oleh orang lain, maka dapat dipastikan bahwa penciptanya adalah
orang yang merancang ciptaan tersebut. Menurut saya, pelanggaran hak cipta pada
kasus nomor 1 sudah memenuhi syarat, terlebih lagi kain rayon grey yang
diproduksi oleh PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) sudah terlebih dahulu
dipatenkan oleh PT Sritex Sukoharjo. Jau Tau Kwan dituntut karena melanggar Pasal 72 ayat 1 atau ayat 2 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta juncto Pasal 55 KUHP
dan atau Pasal 56 KUHP. Adapun bunyi pasalnya :
Pasal 55
Penyerahan Hak Cipta atas seluruh
Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya
untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
a.
Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu;
b.
Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;
c.
Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau
d.
Mengubah isi ciptaan.
Pasal 56
1) Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan
gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan
meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan
itu.
2) Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon
kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian
penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah,
pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
3) Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan
untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar,
hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman
dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak
Cipta.
Pasal 72
1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49
ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing- masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2)
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau
Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Tidak
ada alasan lain yang mampu menampik hal tersebut. Karena jika suatu produk
sudah dipatenkan lalu diproduksi oleh seseorang / perusahaan lain yang bukan
pemegang hak paten, maka hal tersebut sudah termasuk dalam pelanggaran hak
cipta. Kecuali, seseorang / perusahaan yang memproduksi produk tersebut telah
memperoleh izin dari orang yang memiliki hak paten untuk memproduksi produknya.
Jika si pemilik hak paten tidak memberi izin, tentunya seperti mencuri barang
milik orang lain. Dan apabila si pemilik barang tidak ingin menempuh jalur
damai, maka jalur hukum adalah jalur terbaik untuk menyelesaikan masalah
tersebut, karena sudah ada Undang-Undang yang mengatur tentang hak cipta.
Sungguh miris ketika ada seseorang / perusahaan yang ingin menjadi sukses
dengan cara menjiplak karya milik orang lain dan karya tersebut juga sudah
dipatenkan. Tidak ada orang yang menginginkan hasil ciptaannya atau karyanya
yang sudah susah payah dibuat, tetapi dijiplak dengan mudahnya oleh orang lain.
KASUS 3
Pada
kasus 3 dapat membutikan bahwa pada ketentuan umum UU soal konsumen, yang
menyangkut tentang promosi, disebutkan bahwa promosi adalah suatu kegiatan yang
mengenalkan atau menyebarluaskan informasi suatu produk / jasa untuk menarik
minat pembeli (konsumen) terhadap suatu produk / jasa yang akan dan sedang
diperdagangkan. Jadi, pada kasus nomor 3 ini, data ditunjukkan bahwa terkadang
promosi iklan yang dilakukan sanat tidak mencerminkan etika bisnis yang baik
dan tepat. Oleh karena itu, diharapkan adanya keterbukaan dan kejujuran antara
produsen kepada konsumen dan juga konsumen kepada produsen, sehingga mereka
bisa nyaman satu sama lain dan tidak merasa tertipu satu sama lain. Berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) UUPK menjelaskan mengenai hal-hal yang dilarang bagi oleh
pelaku usaha:
“(1)
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
- Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
- Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
- Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
- Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
- Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
- Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
- Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
- Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
- Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
- Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
- Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”
Melihat
dari ketentuan pasal ini, bentuk larangan ditujukan pada perilaku pelaku usaha
secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut telah memenuhi mutu
tertentu, atau menawarkan sesuatu yang belum pasti. Berdasarkan Putusan BPSK
yang merujuk pada Pasal 9 ayat (1) huruf k, terkait representasi pelaku usaha
wajib memberikan informasi yang benar atas barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan. Jika dikaitkan dengan kasus konsumen Ludmilla Arif dengan PT.
NMI, penerapan pasal ini dalam putusan BPSK sudah tepat karena dapat menjerat
pelaku usaha dengan unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tersebut. Sama
halnya dengan Pasal 10 UUPK, yang menjelaskan bahwa:
“Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan mengenai:
1.
Harga atau tarif suatu barang
dan/atau jasa;
2.
Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
3.
Kondisi, tanggungan, jaminan, hak
atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
4.
Tawaran potongan harga atau hadiah
menarik yang ditawarkan;
5.
Bahaya penggunaan barang dan/atau
jasa.”
Pada pasal ini juga menyangkut
larangan yang tertuju pada perilaku pelaku usaha yang tujuannya mengupayakan
adanya perdagangan yang tertib dan iklim usaha yang sehat untuk menghindari
adanya perdagangan yang dilakukan dengan cara melawan hukum. Jika dikaitkan
dengan putusan BPSK dengan kasus PT. NMI dengan konsumen Ludmilla Arif,
penerapan pasal ini sudah tepat dengan unsur yang menawarkan, mengiklankan,
atau membuat pernyataan tidak benar mengenai kondisi mobil.
KASUS 5
Berdasarkan
kasus 5 ini, menurut saya lebih baik ada proses penindaklanjutan atas masalah
tersebut untuk mengetahui seluk beluk kenyataan yang sebenarnya. Dan jika salah
salah satu pihak merasa ada yang terkhianat, maka bisa diputuskan untuk
melanjutkan proses hukum pada tahap berikutnya supaya bisa mendapatkan
kejelasan bagaimana kedudukan dan kenyataan yang sebenarnya dan bisa
membuktikan bahwa pihak tersebut terkhianati. Tetapi jika kedua pihak memang benar
melakukan ingkar janji atau wanprestasi terhadap perjanjian perdamaian dalam
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terdahulu, maka kedua pihak bisa
dinyatakan pailit jika dipandang dari hukum kepailitan. Karena permasalahan
wanprestasi bukan hanya tentang nominal akumulasi pembayaran, tapi waktu
pembayaran juga penting, jika waktu pembayarannya tidak terpenuhi maka hal
tersebut bisa dikatakan wanprestasi juga.