This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 19 Juni 2019

Jawaban UAS

NAMA            : RINA CHINTYA D.
NIM                : 170321100004
KELAS           : HEB - A
KASUS 1
Hak cipta berkaitan erat dengan intelektual manusia yang harus benar benar dijaga dan juga dihargai, karena suatu ciptaan yang dirancang, dikerjakan dan diciptakan oleh seseorang atau suatu perusahaan tidaklah mudah untuk mewujudkannya. Jika suatu ciptaan yang direncanakan oleh seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain, maka dapat dipastikan bahwa penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan tersebut. Menurut saya, pelanggaran hak cipta pada kasus nomor 1 sudah memenuhi syarat, terlebih lagi kain rayon grey yang diproduksi oleh PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) sudah terlebih dahulu dipatenkan oleh PT Sritex Sukoharjo. Jau Tau Kwan dituntut karena melanggar Pasal 72 ayat 1 atau ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta juncto Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP. Adapun bunyi pasalnya :
Pasal 55
Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
a.            Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu;
b.            Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;
c.            Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau
d.            Mengubah isi ciptaan.
Pasal 56
1)   Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu.
2) Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
3)  Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
Pasal 72
1)    Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing- masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2)    Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Tidak ada alasan lain yang mampu menampik hal tersebut. Karena jika suatu produk sudah dipatenkan lalu diproduksi oleh seseorang / perusahaan lain yang bukan pemegang hak paten, maka hal tersebut sudah termasuk dalam pelanggaran hak cipta. Kecuali, seseorang / perusahaan yang memproduksi produk tersebut telah memperoleh izin dari orang yang memiliki hak paten untuk memproduksi produknya. Jika si pemilik hak paten tidak memberi izin, tentunya seperti mencuri barang milik orang lain. Dan apabila si pemilik barang tidak ingin menempuh jalur damai, maka jalur hukum adalah jalur terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut, karena sudah ada Undang-Undang yang mengatur tentang hak cipta. Sungguh miris ketika ada seseorang / perusahaan yang ingin menjadi sukses dengan cara menjiplak karya milik orang lain dan karya tersebut juga sudah dipatenkan. Tidak ada orang yang menginginkan hasil ciptaannya atau karyanya yang sudah susah payah dibuat, tetapi dijiplak dengan mudahnya oleh orang lain.
KASUS 3
Pada kasus 3 dapat membutikan bahwa pada ketentuan umum UU soal konsumen, yang menyangkut tentang promosi, disebutkan bahwa promosi adalah suatu kegiatan yang mengenalkan atau menyebarluaskan informasi suatu produk / jasa untuk menarik minat pembeli (konsumen) terhadap suatu produk / jasa yang akan dan sedang diperdagangkan. Jadi, pada kasus nomor 3 ini, data ditunjukkan bahwa terkadang promosi iklan yang dilakukan sanat tidak mencerminkan etika bisnis yang baik dan tepat. Oleh karena itu, diharapkan adanya keterbukaan dan kejujuran antara produsen kepada konsumen dan juga konsumen kepada produsen, sehingga mereka bisa nyaman satu sama lain dan tidak merasa tertipu satu sama lain. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UUPK menjelaskan mengenai hal-hal yang dilarang bagi oleh pelaku usaha:
“(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
    1.  Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
    2. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
    3. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
    4. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
    5. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
    6. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
    7. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
    8. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
    9. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
    10. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
    11. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”
Melihat dari ketentuan pasal ini, bentuk larangan ditujukan pada perilaku pelaku usaha secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut telah memenuhi mutu tertentu, atau menawarkan sesuatu yang belum pasti. Berdasarkan Putusan BPSK yang merujuk pada Pasal 9 ayat (1) huruf k, terkait representasi pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar atas barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Jika dikaitkan dengan kasus konsumen Ludmilla Arif dengan PT. NMI, penerapan pasal ini dalam putusan BPSK sudah tepat karena dapat menjerat pelaku usaha dengan unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tersebut. Sama halnya dengan Pasal 10 UUPK, yang menjelaskan bahwa:
“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
1.    Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
2.    Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
3.    Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
4.    Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
5.    Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.”
Pada pasal ini juga menyangkut larangan yang tertuju pada perilaku pelaku usaha yang tujuannya mengupayakan adanya perdagangan yang tertib dan iklim usaha yang sehat untuk menghindari adanya perdagangan yang dilakukan dengan cara melawan hukum. Jika dikaitkan dengan putusan BPSK dengan kasus PT. NMI dengan konsumen Ludmilla Arif, penerapan pasal ini sudah tepat dengan unsur yang menawarkan, mengiklankan, atau membuat pernyataan tidak benar mengenai kondisi mobil.
KASUS 5
Berdasarkan kasus 5 ini, menurut saya lebih baik ada proses penindaklanjutan atas masalah tersebut untuk mengetahui seluk beluk kenyataan yang sebenarnya. Dan jika salah salah satu pihak merasa ada yang terkhianat, maka bisa diputuskan untuk melanjutkan proses hukum pada tahap berikutnya supaya bisa mendapatkan kejelasan bagaimana kedudukan dan kenyataan yang sebenarnya dan bisa membuktikan bahwa pihak tersebut terkhianati. Tetapi jika kedua pihak memang benar melakukan ingkar janji atau wanprestasi terhadap perjanjian perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terdahulu, maka kedua pihak bisa dinyatakan pailit jika dipandang dari hukum kepailitan. Karena permasalahan wanprestasi bukan hanya tentang nominal akumulasi pembayaran, tapi waktu pembayaran juga penting, jika waktu pembayarannya tidak terpenuhi maka hal tersebut bisa dikatakan wanprestasi juga.